Mabit di Muzdalifah merupakan salah satu tahapan kunci dalam rangkaian ibadah haji. Meskipun tampak sederhana—bermalam di area terbuka setelah wukuf di Arafah—praktik ini menyimpan makna religius yang mendalam. Bagaimana cara mabit yang tepat menurut sunnah? Berikut penjelasan lengkapnya.
Apa Itu Muzdalifah? Sejarah dan Maknanya
Muzdalifah adalah daerah terbuka seluas sekitar 12,25 km² yang terletak di antara Makkah dan Mina. Tempat ini juga dikenal sebagai Masy’aril Haram dan memiliki nilai sejarah tersendiri.
Berjarak tidak jauh dari Wadi Muhassir—lembah yang tidak termasuk wilayah Muzdalifah—daerah ini dipercaya sebagai lokasi di mana pasukan bergajah Raja Abrahah dihancurkan oleh Allah SWT ketika hendak menyerang Ka'bah.
Secara etimologis, Muzdalifah berasal dari kata al-izdilaf yang berarti berkumpul atau mendekati. Nama ini merujuk pada tradisi berkumpulnya jemaah di lokasi ini untuk menjama' shalat Maghrib dan Isya, serta bermalam setelah wukuf di Arafah. Dalam beberapa riwayat, Muzdalifah diyakini sebagai tempat reuni Nabi Adam dan Hawa setelah terpisah.
BACA JUGA:
Kemenag Menghadapi Beberapa Tantangan dalam Proses Visa Jemaah Haji 2025
Ibadah mabit di Muzdalifah berarti bermalam di lokasi tersebut. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketundukan dan kepasrahan jemaah kepada Allah SWT, sekaligus merupakan bagian integral dari rangkaian manasik haji.
Hukum Mabit di Muzdalifah: Apakah Wajib atau Sunnah?
Hukum mabit di Muzdalifah ternyata menjadi perbincangan di kalangan ulama. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukumnya wajib, sehingga jemaah yang tidak melaksanakannya diwajibkan untuk membayar dam. Namun, ada juga yang menganggapnya sebagai rukun, sementara sebagian lainnya menilai mabit adalah sunnah.
“Ulama dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah mengatakan, bagi jemaah haji adalah wajib berada di Muzdalifah setelah memasuki pertengahan malam sekalipun hanya diam dalam waktu yang singkat.”
Artinya, kehadiran jemaah di Muzdalifah, meskipun sejenak, tetap diwajibkan bagi yang mampu.
Namun, ada pelonggaran untuk jemaah yang termasuk dalam kategori uzur—seperti sakit, lanjut usia, penyandang disabilitas, atau dalam kondisi padat dan berisiko tinggi—mereka diperbolehkan untuk tidak mabit atau melakukan mabit dalam waktu yang sangat singkat. Termasuk juga petugas yang menangani jemaah, mereka mendapatkan rukhshah atau dispensasi khusus.
Tata Cara Mabit Sesuai Sunnah
Mabit di Muzdalifah memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:
“Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram.” (QS. Al-Baqarah: 198)
Setibanya di Muzdalifah setelah wukuf di Arafah, jemaah haji disunnahkan untuk menjama’ shalat Maghrib dan Isya. Kedua shalat ini dilakukan secara berjamaah, biasanya dilakukan sebelum tengah malam.
Setelah shalat, jemaah akan bermalam di Muzdalifah—ada yang tidur, ada pula yang mengisi waktu dengan berdoa, berdzikir, dan memperbanyak istighfar.
Pagi harinya, jemaah melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Setelah itu, mereka mulai bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke Mina guna melaksanakan prosesi melontar jumrah.
Selama bermalam, para jemaah dianjurkan untuk memperbanyak doa dan zikir, menyadari bahwa momen tersebut adalah saat-saat penuh keberkahan di tanah suci. Mabit di Muzdalifah bukan sekadar tidur di alam terbuka, tapi merupakan ajang merenung, mendekatkan diri kepada Allah, dan memahami hakikat ibadah haji secara utuh.
UMROH AGUSTUS PAKET UMROH AGUSTUS BIAYA UMROH AGUSTUS HARGA UMROH AGUSTUS PROMO UMROH AGUSTUS
Haji Mabrur, Apa Saja Ciri-Cirinya?
Perhatian Khusus Pemerintah Saudi Arabia Untuk Jemaah Haji Indonesia
Memahami Pendekatan Pengawasan Berpengaruh Kemenag yang Diperkenalkan Pada Musim Haji Tahun ini
Haji Mabrur Keutamaan nya Lebih Baik dari Dunia, Balasannya Langsung Surga
Proses Penerbitan Visa Haji Tahun 2025 Resmi Ditutup